Filosofi dan Four Theories of The Press. Pers memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi suatu negara. Sebagai alat komunikasi massa, pers tidak hanya berfungsi untuk menyampaikan informasi, tetapi juga mencerminkan sistem politik yang dianut oleh sebuah negara. Filosofi pers menentukan bagaimana media beroperasi dan berkontribusi terhadap masyarakat. Seiring dengan perkembangan teori komunikasi, muncul berbagai sistem pers yang menggambarkan hubungan antara media, pemerintah, dan masyarakat. Artikel berikut ini akan membahas filosofi dan Four Theories of The Press.
Daftar Isi
1. Filosofi Pers
Filosofi merupakan seperangkat nilai atau prinsip yang menjadi landasan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam dunia pers. Dalam kajian media, filosofi pers berfungsi sebagai pedoman dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistik dan menentukan bagaimana pers beroperasi di suatu negara. Pers tidak berdiri sendiri, melainkan mencerminkan sistem politik yang dianut oleh suatu masyarakat. Struktur sosial dan politik yang berlaku akan membentuk karakter dan peran pers di dalamnya.
Dalam perspektif komunikasi, terdapat asumsi dasar bahwa pers selalu mengambil bentuk dan warna dari struktur sosial serta politik di mana ia berada. Hal ini berarti bahwa kebebasan, batasan, dan tanggung jawab pers sangat bergantung pada sistem pemerintahan dan norma yang berlaku di suatu negara. Dalam sistem otoriter, misalnya, pers cenderung dikontrol oleh pemerintah dan berfungsi sebagai alat propaganda. Sebaliknya, dalam sistem yang lebih demokratis, pers memiliki kebebasan lebih luas dalam menyampaikan informasi dan menjalankan fungsi pengawasan terhadap kekuasaan.
Terkait dengan filosofi ini, Siebert, Peterson, dan Schramm pada tahun 1956 mengembangkan teori tentang pers yang dikenal sebagai Four Theories of the Press. Teori ini membagi sistem pers ke dalam empat kategori utama, yaitu Authoritarian Press yang dikontrol oleh negara, Libertarian Press yang bebas dari intervensi pemerintah, Communist Press yang berfungsi sebagai alat negara untuk menyebarkan ideologi, dan Social Responsibility Press yang menekankan kebebasan pers dengan tanggung jawab sosial. Pada perkembangannya, muncul pers pembangunan pada negara-negara berkembang.
2. Authoritarian Press
Dalam sistem otoritarian, pers berperan sebagai alat pemerintah untuk mendukung kebijakan negara dan memastikan stabilitas politik. Media tidak memiliki kebebasan untuk menyampaikan kritik atau menyuarakan opini yang berlawanan dengan pemerintah. Sebaliknya, pers harus mengabdi kepada negara dengan menyajikan informasi yang sejalan dengan kepentingan penguasa.
Baca juga: Mengenal Konsep Dasar Jurnalistik Media Online
Pengawasan terhadap pers dalam sistem ini sangat ketat. Pemerintah menerapkan berbagai mekanisme kontrol, seperti izin penerbitan, sensor ketat terhadap isi berita, hingga pembredelan media yang dianggap menyimpang dari garis kebijakan resmi. Jurnalis dan media yang mencoba melaporkan fakta secara independen sering kali menghadapi tekanan, baik berupa ancaman administratif maupun tindakan represif lainnya.
Salah satu contoh nyata dari praktik pers otoritarian adalah situasi di Indonesia pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Pada periode ini, pers dikendalikan dengan ketat melalui mekanisme lisensi yang dikeluarkan oleh Departemen Penerangan. Media yang dianggap terlalu kritis terhadap pemerintah dapat dicabut izin terbitnya, seperti yang dialami oleh beberapa surat kabar dan majalah yang berani menyuarakan kritik. Dengan sistem semacam ini, pers lebih berfungsi sebagai alat propaganda daripada sebagai pilar demokrasi yang independen.
3. Libertarian Press
Dalam sistem libertarian, pers berfungsi sebagai mitra masyarakat dalam upaya mencari kebenaran dan tidak menjadi alat pemerintah. Media memiliki kebebasan penuh untuk menyampaikan informasi tanpa intervensi negara, sehingga memungkinkan adanya diskusi terbuka, kritik terhadap kebijakan pemerintah, dan pengungkapan fakta yang mungkin disembunyikan oleh pihak berwenang.
Konsep ini menjadikan pers sebagai “Pilar Kekuasaan Keempat” setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Peran ini penting dalam menjaga keseimbangan demokrasi, di mana pers bertindak sebagai pengawas yang independen terhadap jalannya pemerintahan. Namun, kebebasan yang luas ini juga membawa tantangan tersendiri. Dalam banyak kasus, media lebih fokus pada berita yang menarik perhatian publik dan bersifat komersial dibandingkan dengan isu-isu penting yang memerlukan pengawasan serius. Hal ini membuat pers sering kali lebih mengutamakan hiburan atau konten yang “bisa dijual” daripada menjalankan fungsi idealnya sebagai pengawal demokrasi.
Praktik pers libertarian banyak ditemukan di negara-negara demokratis-liberal, seperti Amerika Serikat. Di negara ini, media beroperasi secara independen tanpa sensor pemerintah, sehingga dapat memberitakan berbagai isu politik dan sosial secara terbuka. Meski demikian, tanpa adanya kontrol yang cukup, kebebasan pers ini juga dapat disalahgunakan untuk kepentingan tertentu, termasuk penyebaran informasi yang tidak akurat atau bias politik.

Communist Press dalam Four Theories of The Press
4. Communist Press
Pers dalam sistem komunis berakar pada konsep otoritarian, di mana peran utama media adalah melindungi kepentingan pemerintah dan memastikan stabilitas ideologi negara. Dalam sistem ini, pers tidak berfungsi sebagai alat kontrol terhadap kekuasaan, melainkan sebagai corong propaganda pemerintah. Setiap informasi yang disebarluaskan bertujuan untuk memperkuat dukungan terhadap sistem komunis dan membentuk opini publik yang sesuai dengan kepentingan penguasa.
Tidak seperti sistem pers di negara demokratis yang sering kali berorientasi pada keuntungan, pers dalam sistem komunis tidak memiliki motif profit. Media tidak dijalankan sebagai bisnis yang bersaing untuk mendapatkan iklan atau audiens, melainkan sebagai alat negara untuk menjaga keberlangsungan ideologi komunis. Semua berita dan informasi yang dipublikasikan harus sesuai dengan kepentingan negara dan tidak boleh bertentangan dengan kebijakan partai yang berkuasa.
Praktik pers komunis dapat ditemukan di negara-negara seperti Tiongkok dan Korea Utara. Di Tiongkok, media dikontrol ketat oleh pemerintah, dengan regulasi yang membatasi kebebasan jurnalisme independen. Sementara itu, di Korea Utara, pers sepenuhnya berada di bawah kendali negara dan hanya menyampaikan berita yang mendukung kepemimpinan tertinggi. Dengan sistem seperti ini, pers lebih berperan sebagai alat legitimasi rezim daripada sebagai penyedia informasi yang bebas dan independen.
5. Social Responsibility Press
Pers dalam sistem social responsibility atau tanggung jawab sosial memiliki peran yang lebih seimbang antara kebebasan dan tanggung jawab. Dalam konsep ini, pers tidak hanya berfungsi sebagai penyebar informasi, tetapi juga memiliki kewajiban untuk memberikan berita yang akurat, berimbang, dan mendidik masyarakat. Pers harus menjalankan tugasnya dengan etika jurnalistik yang tinggi agar dapat menjadi sumber informasi yang terpercaya.
Sistem pers yang bertanggung jawab memiliki beberapa ciri utama. Pertama, media harus menyajikan berita yang dapat dipercaya, lengkap, dan cerdas agar masyarakat bisa mendapatkan informasi yang berkualitas. Kedua, media harus berfungsi sebagai forum bagi pertukaran komentar dan kritik yang sehat untuk mendukung diskusi publik yang konstruktif. Ketiga, pers harus mencerminkan realitas masyarakat secara utuh dengan mewakili berbagai kelompok sosial yang ada, sehingga tidak ada suara yang terabaikan. Keempat, media memiliki tanggung jawab untuk memberikan akses informasi seluas-luasnya, memastikan masyarakat mendapatkan berbagai perspektif dalam suatu isu. Selain itu, pers juga berperan sebagai alat pendidikan yang membantu masyarakat memahami berbagai isu sosial, politik, dan ekonomi dengan lebih baik.
Baca juga: Definisi dan Sejarah Pers di Indonesia
Di Indonesia, sistem pers dengan tanggung jawab sosial mulai berkembang setelah berakhirnya masa Orde Baru. Reformasi membawa perubahan signifikan dalam dunia jurnalistik, dengan dihapuskannya sensor ketat terhadap media. Pers menjadi lebih bebas dalam memberitakan berbagai isu, tetapi tetap memiliki tanggung jawab untuk menyajikan informasi yang objektif dan relevan bagi kepentingan publik.
6. Pers Pembangunan
Sistem pers ini merupakan pengembangan dari Four Theories of the Press yang menyesuaikan fungsi media dengan kebutuhan negara-negara berkembang. Dalam teori ini, pers tidak hanya berperan sebagai penyebar informasi, tetapi juga sebagai alat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan politik. Media dianggap memiliki tanggung jawab dalam membantu pemerintah dan masyarakat mencapai kemajuan melalui pemberitaan yang positif dan konstruktif.
Di negara-negara yang masih dalam tahap pembangunan, pers sering kali diarahkan untuk menyajikan berita yang mendukung kebijakan pemerintah dan mengedukasi masyarakat mengenai berbagai program pembangunan. Media berperan dalam mendorong partisipasi publik, serta memberikan informasi tentang kebijakan sosial. Pers juga memperkenalkan inovasi di berbagai bidang yang dapat mempercepat pertumbuhan nasional. Dalam sektor ekonomi, pers membantu memperkenalkan peluang usaha dan investasi. Sementara dalam bidang pendidikan, media menyajikan informasi yang mendorong literasi dan kesadaran sosial.
Sistem pers pembangunan banyak ditemukan di negara-negara berkembang yang sedang mengalami transformasi menuju masyarakat yang lebih maju. Melalui pendekatan ini, media diharapkan tidak hanya menjadi sarana komunikasi, tetapi juga menjadi mitra strategis dalam proses pembangunan nasional.
Keberagaman sistem pers menunjukkan bahwa media tidak bekerja dalam ruang hampa. Pers dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk sistem pemerintahan, kebijakan politik, serta nilai-nilai sosial yang dianut oleh suatu masyarakat. Setiap model pers memiliki kelebihan dan tantangan tersendiri dalam menjalankan fungsi utamanya. Yakni sebagai penyampai informasi, pengawas kekuasaan, dan sarana edukasi publik. Dengan memahami filosofi dan sistem pers yang ada, masyarakat dapat lebih kritis dalam mengonsumsi berita. Masyarakat akan memahami bagaimana kebebasan dan tanggung jawab media berperan dalam kehidupan demokratis dan pembangunan sosial.