7 Teknik Komunikasi Persuasif. Dalam komunikasi, keberhasilan dalam mempengaruhi orang lain adalah kunci untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Dalam buku “Ilmu, Komunikasi Teori dan Praktek Komunikasi” yang ditulis oleh Onong Uchjana Effendy pada tahun 2015, terdapat tujuh teknik komunikasi persuasif. 7 teknik ini dapat diterapkan untuk memengaruhi sikap, keyakinan, atau perilaku audiens. Ke-7 teknik ini memberikan berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam situasi komunikasi yang berbeda. Mulai dari memanfaatkan ketidaknyamanan psikologis dengan Teknik Disonansi Kognitif. Hingga menggunakan insentif positif untuk memotivasi perubahan perilaku dengan Teknik Ganjaran. Dengan memahami dan menguasai teknik-teknik ini, seorang komunikator dapat meningkatkan efektivitas pesan persuasif mereka dan mencapai hasil yang diinginkan.
Salah satu teknik yang menarik adalah Teknik Pembangkitan Rasa Takut (Fear Arousing). Teknik ini mengandalkan pada kecenderungan manusia untuk merespons ancaman atau bahaya dengan mengubah perilaku mereka. Melalui penggunaan teknik ini, komunikator berusaha untuk menyadarkan audiens tentang risiko atau konsekuensi negatif dari tidak mengikuti pesan yang disampaikan. Dengan harapan dapat memotivasi mereka untuk bertindak atau mengubah perilaku demi menghindari ancaman tersebut. Namun, sebagaimana dengan semua teknik persuasif, penting bagi komunikator untuk memperhitungkan dampak psikologis dan etis dari memanfaatkan ketakutan dalam upaya persuasif mereka.
Sementara itu, teknik lain seperti Teknik Red-Herring menyoroti pentingnya kesadaran akan penggunaan strategi pengalihan perhatian dalam komunikasi persuasif. Dengan memperkenalkan topik atau informasi yang tidak relevan atau tidak penting, komunikator berupaya menggeser fokus audiens dari isu utama yang mungkin merugikan atau tidak menguntungkan bagi mereka. Namun, penggunaan teknik ini juga memunculkan pertanyaan tentang kejujuran dan etika dalam komunikasi. Sehingga menuntut komunikator untuk menggunakan teknik ini dengan bijak dan tanggung jawab. Dengan memahami dan menguasai berbagai teknik komunikasi persuasif yang ada, seorang komunikator dapat menghadapi tantangan-tantangan komunikasi dengan lebih efektif. Hingga dapat memengaruhi audiens dengan cara yang lebih berdaya.
Daftar Isi
Pertama: Teknik Disonansi Kognitif
Teknik disonansi kognitif dalam komunikasi persuasif adalah metode yang memanfaatkan ketidaknyamanan psikologis yang dialami seseorang ketika menghadapi informasi atau situasi yang bertentangan dengan keyakinan, nilai, atau perilaku mereka yang sudah ada. Disonansi kognitif terjadi ketika ada ketidaksesuaian antara dua atau lebih elemen kognitif seperti kepercayaan, sikap, atau pengetahuan. Misalnya, seseorang yang merokok tetapi mengetahui bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan mereka akan mengalami disonansi kognitif. Teknik ini bekerja dengan cara menyoroti kontradiksi tersebut untuk mendorong individu mengubah keyakinan atau perilaku mereka demi mengurangi ketidaknyamanan yang mereka rasakan.
Dalam penerapan teknik ini, komunikator persuasif seringkali mempresentasikan informasi atau argumen yang membuat audiens menyadari adanya ketidakkonsistenan antara keyakinan dan tindakan mereka. Setelah itu, komunikator menawarkan solusi atau alternatif yang memungkinkan audiens mengurangi disonansi tersebut. Sebagai contoh, dalam kampanye anti-merokok, iklan mungkin menampilkan informasi tentang dampak negatif merokok pada kesehatan dan kemudian menawarkan bantuan untuk berhenti merokok, seperti program dukungan atau produk substitusi nikotin.
Teknik disonansi kognitif terletak pada kemampuan untuk membuat audiens merasakan tekanan psikologis dan kebutuhan mendesak untuk mengatasi ketidakkonsistenan tersebut. Namun, penting juga bagi komunikator untuk memastikan bahwa solusi yang ditawarkan dapat diterima dan dianggap realistis oleh audiens. Jika solusi yang diberikan terlalu sulit atau tidak meyakinkan, audiens mungkin mencari cara lain untuk merasionalisasi ketidakkonsistenan mereka tanpa mengubah perilaku atau keyakinan mereka. Oleh karena itu, teknik ini memerlukan pemahaman mendalam tentang audiens dan bagaimana mereka mungkin bereaksi terhadap informasi yang bertentangan dengan keyakinan mereka.
Kedua: Teknik Asosiasi
Dalam komunikasi persuasif teknik Asosiasi adalah metode yang menghubungkan suatu produk, ide, atau perilaku dengan elemen lain yang memiliki konotasi positif atau negatif untuk mempengaruhi persepsi dan sikap audiens. Dengan memanfaatkan prinsip dasar bahwa manusia cenderung mengaitkan perasaan atau penilaian terhadap satu objek dengan objek lain yang sering muncul bersamaan. Dengan menciptakan asosiasi yang diinginkan, komunikator dapat membentuk sikap dan perilaku target audiens sesuai tujuan persuasif mereka.
Dalam praktiknya, teknik asosiasi sering digunakan dalam periklanan, propaganda, dan kampanye politik. Misalnya, dalam iklan komersial, sebuah produk bisa dikaitkan dengan elemen-elemen positif seperti kebahagiaan, kesuksesan, kecantikan, atau popularitas. Contohnya, iklan pasta gigi yang menampilkan orang-orang dengan senyum cerah dan kehidupan sosial yang aktif mencoba mengasosiasikan penggunaan pasta gigi tersebut dengan kebersihan gigi yang menghasilkan kepercayaan diri dan daya tarik.
Baca juga: Mengenal 5 Fungsi Komunikasi
Di bidang politik, teknik ini dapat digunakan untuk mengasosiasikan seorang kandidat dengan nilai-nilai positif seperti patriotisme, kejujuran, dan keberanian. Atau sebaliknya, mengasosiasikan lawan politik dengan elemen negatif seperti korupsi, kelemahan, atau ketidakjujuran. Misalnya, kampanye politik mungkin menampilkan seorang kandidat di tengah-tengah pemandangan alam atau dengan latar belakang bendera nasional untuk menekankan kecintaannya pada negara.
Teknik asosiasi bergantung pada seberapa kuat dan relevan hubungan antara elemen yang diasosiasikan serta seberapa baik asosiasi tersebut diterima oleh audiens. Asosiasi yang dipaksakan atau tidak meyakinkan bisa saja tidak berhasil dan bahkan dapat menimbulkan skeptisisme atau resistensi. Oleh karena itu, komunikator perlu melakukan riset mendalam untuk memahami audiens mereka, nilai-nilai, dan preferensi mereka untuk menciptakan asosiasi yang kuat dan persuasif.
Ketiga: Teknik Integrasi
Komunikasi persuasif Teknik integrasi adalah metode yang bertujuan untuk membangun hubungan positif dan menyenangkan antara komunikator dan audiens. Sehingga audiens lebih mudah menerima pesan yang disampaikan. Metode ini seringkali melibatkan penggunaan pujian, kesamaan, dan perilaku yang menyenangkan untuk meningkatkan daya tarik pribadi komunikator di mata audiens. Tujuannya adalah menciptakan suasana yang harmonis dan meningkatkan tingkat kesukaan audiens terhadap komunikator, sehingga audiens lebih cenderung terbuka terhadap pengaruh dan saran yang diberikan.
Dalam penerapan teknik ini, komunikator bisa menggunakan beberapa strategi spesifik. Pertama, memberikan pujian yang tulus kepada audiens bisa meningkatkan perasaan positif dan membangun hubungan baik. Misalnya, seorang penjual bisa memuji penampilan atau pilihan pelanggan sebelum menawarkan produk mereka. Kedua, menekankan kesamaan antara komunikator dan audiens juga dapat memperkuat koneksi. Misalnya, seorang politisi yang berasal dari daerah yang sama dengan pemilihnya mungkin akan menekankan asal usulnya untuk membangun kesamaan dan meningkatkan rasa kedekatan.
Selain itu, bersikap ramah, menunjukkan empati, dan mendengarkan dengan perhatian juga merupakan bagian penting dari teknik integrasi. Sikap yang hangat dan responsif dapat membuat audiens merasa dihargai dan dipahami, yang pada gilirannya meningkatkan penerimaan terhadap pesan yang disampaikan. Misalnya, dalam negosiasi bisnis, seorang negosiator yang menunjukkan kepedulian terhadap kebutuhan dan keprihatinan pihak lain akan lebih berhasil dalam mencapai kesepakatan yang diinginkan.
Teknik integrasi sangat bergantung pada keaslian dan kepekaan komunikator. Audiens biasanya dapat mendeteksi jika pujian atau perhatian yang diberikan tidak tulus atau sekadar manipulatif, yang justru bisa merusak kredibilitas dan mengurangi efektivitas persuasif. Oleh karena itu, komunikator harus menguasai seni keaslian dalam interaksi sosial dan menunjukkan ketulusan dalam membangun hubungan positif. Dengan demikian, teknik integrasi dapat menjadi alat yang kuat dalam komunikasi persuasif untuk mencapai hasil yang diinginkan melalui hubungan yang lebih baik dan penerimaan yang lebih tinggi dari audiens.
Keempat: Teknik Ganjaran
Metode ganjaran dalam komunikasi persuasif adalah metode yang menggunakan insentif positif untuk memotivasi audiens agar menerima atau mengikuti pesan yang disampaikan. Cara ini didasarkan pada prinsip dasar psikologi behaviorisme, yang menyatakan bahwa perilaku dapat diperkuat dengan memberikan hadiah atau penghargaan ketika perilaku yang diinginkan terjadi. Dalam konteks persuasif, ganjaran dapat berupa berbagai bentuk seperti pujian, hadiah fisik, pengakuan, atau keuntungan lainnya yang dianggap berharga oleh audiens.
Dalam penerapan teknik ganjaran, komunikator perlu terlebih dahulu mengidentifikasi apa yang dianggap bernilai atau diinginkan oleh audiens. Misalnya, dalam konteks pemasaran, perusahaan sering menawarkan diskon, kupon, atau hadiah gratis untuk mendorong pelanggan melakukan pembelian atau berlangganan layanan. Contoh lain adalah program loyalitas pelanggan di mana konsumen mendapatkan poin setiap kali mereka bertransaksi, yang kemudian dapat ditukar dengan produk atau layanan gratis.
Teknik ganjaran sangat bergantung pada pemahaman yang mendalam tentang audiens dan preferensi mereka. Ganjaran yang tidak relevan atau tidak cukup menarik mungkin tidak akan efektif dalam memotivasi perubahan perilaku. Selain itu, penting juga untuk mempertimbangkan frekuensi dan intensitas pemberian ganjaran. Terlalu sering memberikan ganjaran dapat mengurangi nilai intrinsiknya, sementara terlalu jarang mungkin tidak cukup untuk memotivasi audiens. Oleh karena itu, komunikator harus menemukan keseimbangan yang tepat dalam menggunakan ganjaran untuk memastikan dampak persuasif yang maksimal.
Namun, teknik ganjaran juga memiliki batasannya. Terlalu bergantung pada insentif eksternal dapat membuat audiens hanya termotivasi oleh hadiah. Bukan tergantung oleh nilai atau manfaat intrinsik dari perilaku tersebut. Oleh karena itu, komunikator yang efektif sering kali mengkombinasikan teknik ganjaran dengan strategi persuasif lainnya. Kombinasi ini untuk mencapai perubahan yang lebih berkelanjutan dan bermakna.
Kelima: Teknik Pembangkitan Rasa Takut (Fear Arousing)
Fear Arousing dalam komunikasi persuasif adalah strategi yang bertujuan untuk mempengaruhi perilaku audiens dengan menghadirkan ancaman atau konsekuensi negatif yang mungkin terjadi jika mereka tidak mengikuti pesan atau saran yang disampaikan. Cara ini berusaha untuk menimbulkan ketakutan atau kekhawatiran pada audiens. Caranya dengan menyoroti bahaya atau risiko yang terkait dengan tidak bertindak atau tidak mengubah perilaku mereka. Tujuan utama dari teknik ini adalah untuk mendorong audiens untuk mengambil tindakan yang diinginkan. Ataupun mengubah perilaku mereka demi menghindari konsekuensi yang tidak diinginkan.
Dalam penerapan teknik pembangkitan rasa takut, komunikator cenderung menyajikan informasi yang menekankan dampak negatif atau bahaya dari perilaku yang tidak diinginkan. Contohnya, dalam kampanye kesehatan masyarakat tentang merokok, pesan yang disampaikan mungkin berfokus pada risiko kesehatan serius seperti kanker paru-paru, penyakit jantung, atau gangguan pernapasan yang dapat terjadi akibat merokok secara terus-menerus. Kemudian, pesan tersebut akan menyampaikan bahwa menghentikan atau tidak mulai merokok adalah langkah yang penting untuk menghindari risiko tersebut.
Teknik pembangkitan rasa takut tergantung pada beberapa faktor, termasuk tingkat keparahan ancaman yang disampaikan, tingkat kerentanan audiens terhadap ancaman tersebut. Serta keefektifan solusi atau tindakan yang disarankan untuk mengatasi ancaman tersebut. Jika ancaman terlalu besar atau tidak sesuai dengan persepsi risiko audiens, mereka mungkin mengalami penyangkalan atau mengabaikan pesan tersebut. Sebaliknya, jika solusi yang ditawarkan terasa tidak memadai atau tidak mungkin dilakukan, audiens juga mungkin tidak merespons dengan baik.
Dalam beberapa kasus, teknik pembangkitan rasa takut juga dapat memiliki efek samping yang tidak diinginkan. Seperti menimbulkan kecemasan atau stres berlebihan pada audiens tanpa memberikan solusi yang memadai. Oleh karena itu, penting bagi komunikator untuk memperhitungkan dengan cermat konteks, audiens, dan pesan yang disampaikan saat menggunakan teknik ini. Dengan pendekatan yang tepat, teknik pembangkitan rasa takut dapat menjadi alat yang efektif dalam menggerakkan perilaku positif. Serta mendorong perubahan yang diinginkan pada tingkat individu maupun masyarakat.
Keenam: Teknik Tataan
Komunikasi persuasif teknik Tataan adalah strategi yang menggunakan penampilan, bahasa tubuh, dan penataan ruang atau lingkungan fisik untuk mempengaruhi persepsi dan sikap audiens terhadap pesan yang disampaikan. Metode ini mengakui bahwa cara pesan disajikan atau dikomunikasikan dapat memiliki dampak yang signifikan pada bagaimana pesan diterima dan dipahami oleh audiens. Dengan memperhatikan aspek-aspek seperti gaya berpakaian, ekspresi wajah, gerakan tubuh, serta pengaturan ruangan atau panggung, komunikator dapat meningkatkan daya tarik dan keefektifan pesan persuasif mereka.
Dalam penerapan teknik tataan, komunikator seringkali memperhatikan detail-detail seperti pilihan pakaian yang sesuai dengan konteks dan audiens. Dan juga bahasa tubuh yang terbuka dan mengundang. Serta penataan ruang yang mendukung interaksi yang nyaman dan fokus pada pesan yang disampaikan. Misalnya, seorang pembicara yang ingin mempengaruhi audiensnya untuk mendukung sebuah inisiatif amal mungkin akan memilih pakaian yang sopan dan konservatif. Hal ini untuk menunjukkan profesionalisme dan kepercayaan diri. Mereka juga mungkin akan menggunakan gerakan tubuh yang energik dan ekspresi wajah yang hangat untuk menarik perhatian. Serta menciptakan ikatan emosional dengan audiens.
Baca juga: Mengenal 20 Teori Komunikasi Interpersonal
Selain itu, teknik tataan juga mencakup pengaturan ruang atau panggung secara strategis untuk memaksimalkan pengaruh pesan persuasif. Misalnya, dalam sebuah presentasi bisnis, penggunaan layar proyeksi, pencahayaan yang tepat, dan susunan kursi yang memfasilitasi interaksi antara pembicara dan audiens. Hingga dapat meningkatkan keterlibatan dan pemahaman pesan yang disampaikan.
Teknik tataan tergantung pada kesesuaian antara elemen-elemen tataan dengan tujuan, pesan, dan audiens yang dituju. Keselarasan antara penampilan, bahasa tubuh, dan lingkungan fisik dengan konteks dan pesan yang disampaikan dapat meningkatkan kepercayaan, keterlibatan, dan penerimaan pesan oleh audiens. Namun, komunikator juga perlu memperhatikan bahwa teknik tataan bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan komunikasi persuasif. Pesan yang kuat, relevan, dan disampaikan dengan jelas tetap menjadi komponen yang krusial dalam mencapai efek persuasif yang diinginkan.
Ketujuh: Teknik Red-Herring
Teknik Red-Herring dalam komunikasi persuasif adalah strategi yang digunakan untuk mengalihkan perhatian audiens dari isu utama atau argumen yang mungkin merugikan atau tidak menguntungkan komunikator. Dengan cara memperkenalkan topik atau informasi yang tidak relevan atau tidak penting. Tujuan dari teknik ini adalah untuk menggeser fokus pembicaraan atau perdebatan sehingga audiens lebih terfokus pada isu atau argumen yang lebih menguntungkan atau mudah untuk dipertahankan. Dengan menggunakan red-herring, komunikator berupaya mengalihkan perhatian audiens dari substansi pesan atau argumen yang sebenarnya.
Dalam praktiknya, red-herring seringkali digunakan dalam debat, diskusi politik, atau argumen publik lainnya. Misalnya, dalam sebuah perdebatan tentang kebijakan lingkungan. Seorang peserta mungkin secara sengaja memperkenalkan isu ekonomi atau sosial yang tidak langsung berkaitan dengan topik tersebut untuk mengalihkan perhatian dari argumen tentang perlunya perlindungan lingkungan. Teknik ini dapat mengaburkan garis argumen dan membuat audiens kesulitan untuk membedakan antara isu yang relevan dan tidak relevan.
Teknik red-herring tergantung pada seberapa terampil komunikator dalam memperkenalkan isu yang tidak relevan tanpa menimbulkan kecurigaan dari audiens. Komunikator seringkali menggunakan retorika yang menarik atau berbagai trik linguistik untuk membuat red-herring terlihat sah atau penting. Namun, jika audiens dapat mengenali upaya tersebut sebagai pengalihan perhatian, teknik ini dapat memiliki efek yang kontraproduktif. Seperti menurunkan kredibilitas komunikator atau menimbulkan keraguan tentang substansi argumen yang disampaikan.
Penggunaan teknik red-herring juga dapat menimbulkan kekhawatiran tentang kejujuran dan etika komunikator. Memperkenalkan isu yang tidak relevan atau menyesatkan audiens dapat dianggap sebagai tindakan manipulatif dan tidak jujur. Hal ini dapat merusak hubungan antara komunikator dan audiens serta mengurangi kepercayaan terhadap pesan yang disampaikan. Oleh karena itu, penting bagi komunikator untuk menggunakan teknik ini dengan bijak dan mempertimbangkan dampaknya terhadap kepercayaan dan kredibilitas mereka dalam jangka panjang.
Konklusi
Dalam menghadapi dinamika komunikasi, pemahaman akan teknik-teknik komunikasi persuasif yang telah diuraikan menjadi sangat penting. Sebuah pesan persuasif dapat menjadi lebih kuat dan efektif ketika komunikator menguasai berbagai strategi untuk memengaruhi audiens. Dari teknik Disonansi Kognitif yang menghadirkan kontradiksi dalam pikiran individu hingga Teknik Red-Herring yang memanfaatkan pengalihan perhatian. Setiap teknik memiliki perannya sendiri dalam konteks komunikasi persuasif. Pengetahuan yang mendalam tentang teknik-teknik ini akan memberikan komunikator alat yang lebih baik untuk merancang pesan yang kuat dan persuasif.
Namun, sementara teknik-teknik tersebut menawarkan potensi yang besar untuk mempengaruhi audiens, penting juga untuk mengevaluasi penggunaannya dengan bijak. Etika dan tanggung jawab dalam menggunakan teknik komunikasi persuasif harus selalu menjadi pertimbangan utama. Penggunaan teknik-teknik persuasif yang tidak etis atau manipulatif dapat merusak kepercayaan dan hubungan antara komunikator dan audiens. Serta menimbulkan dampak negatif dalam jangka panjang. Oleh karena itu, komunikator harus menggunakan teknik-teknik ini dengan kesadaran dan integritas, serta mempertimbangkan implikasi moral dari pesan yang disampaikan.
Dengan demikian, pemahaman yang mendalam tentang teknik-teknik komunikasi persuasif dapat menjadi kunci untuk mencapai tujuan-tujuan komunikasi yang diinginkan. Dari memotivasi perubahan perilaku hingga memengaruhi sikap atau keyakinan, setiap teknik menawarkan pendekatan yang unik dan bervariasi untuk memengaruhi audiens. Namun, yang paling penting adalah bagaimana teknik-teknik tersebut digunakan dengan bijak, etis, dan bertanggung jawab. Sehingga komunikator dapat membangun hubungan yang kuat dan memberikan dampak positif dalam proses komunikasi.