Komunikasi politik merupakan sebuah studi yang bersifat lintas disiplin. Ia menggunakan beberapa metode riset dan teknik dari berbagai bidang studi. Misalnya, kritisisme retorika muncul dari studi Speech Communication, analisis isi berasal dari studi propaganda, teknik eksperimental dari studi perubahan sikap, dan metode survei dari studi pemberian suara (voting) dan opini publik. Dari penjelasan di atas, tampak bahwa berbagai bidang studi telah memberikan kontribusi yang penting terhadap perkembangan studi komunikasi politik. Bagi mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi, Komunikasi Penyiaran Islam, pembahasan Komunikasi Politik adalah mata kuliah wajib. Berikut ini pembahasan tentang metode studi dan pendekatan komunikasi politik selengkapnya.
Daftar Isi
Metode Studi Komunikasi Politik
Dan Nimmo dan Keith Sanders dalam Hanbook of Political Communication (1981) telah merangkum beberapa tulisan koleganya yang berbicara mengenai metode studi komunikasi politik, rangkumannya sebagaimana berikut:
1. Studi Agregat
Merupakan salah satu cara atau metode yang paling tua dan paling berguna dalam melakukan kajian terhadap perilaku politik. Studi ini mendasarkan pada data agregat yang menyangkut pengumpulan atau pemilahan individual atas daerah atau karakteristik sosial tertentu. Misalnya membandingkan pola pemberian suara di daerah pedesaan dan perkotaan. Membandingkan daerah yang penduduknya beragama Islam dan Katolik.
Ilmuwan politik Austin Ranney melihat studi agregat sebagai “studi ekologis tentang perilaku pemilih” yang berusaha untuk memahami interelasi antara partai politik dan pemberi suara satu sama lain dengan lingkungan sosial dan hukum tempat mereka bertindak. (Dan Nimmo, 2000: 236) studi agregat memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain ialah kenyataan bahwa statistik agregat pada umumnya membahas berbagai macam unit pemilihan dari statistik pemilihan umum dan sensus. Fokusnya ialah pada bagaimana kenyataanya populasi memberikan suara bukan pada tujuan memberikan suara, preferensi, ingatan tentang perilaku memberikan suara atau sikap yang berkaitan dan teknologi komputer yang menyebabkan pengolahan jumlah-jumlah besar data agregat menjadi relatif mudah dan murah.
Sedangkan kekurangannya adalah ketidakmampuan peneliti mengatakan bagaimana pikiran, perasaan dan perilaku individu dengan hanya melihat perilaku populasi secara keseluruhan. Jika hal itu terjadi, maka akan timbul kekeliruan ekologis yang berbahaya. Kekeliruan ekologis maksudnya adalah anggapan yang keliru hasil laporan yang dapat menjadi andalan tentang perilaku individual dari pengorelasian data agregat.
2. Studi Kritis (Cultural Criticism)
Metode ini untuk memahami ideology yang mendasari suatu sistem komunikasi. Cultural criticism mempunyai konsep bahwa kebudayaan manusia mempunyai kaitan erat dengan kegiatan sosial. Melalui pemahaman pengalaman sosial, kelompok masyarakat secara cermat, dan kritis berusaha menjelaskan pola pilihan dan reaksi terhadap media.
Metode kritis seringkali untuk memahami isi media melalui analisis semiotik dan analisis wacana (discourse analysist). Studi kritis memandang bahwa realitas yang tampak sebagai realitas yang semu (virtual reality) di mana kehidupan realitas yang tampak di media massa pada dasarnya merupakan hasil dari pertarungan ideologi, power dan kebudayaan yang ada di belakangnya. Dan studi ini bekerja untuk mengungkap realitas apa yang sebenarnya terjadi di balik realitas yang tampak tersebut.
3. Studi Analisis Isi (Content Analysis)
Studi analisis isi merupakan studi yang penting dalam Ilmu Komunikasi yang meneliti dan menganalisis komunikasi manusia. Dalam komunikasi, unsur utama terdiri atas bahasa, lambang, dan gaya pertukaran pesan atau “mengatakan apa” dalam rumusan defnisi komunikasi oleh Harold Lasswell. Analisis isi meneliti isi sebenarnya dari pesan dengan cara sistematis dan kuantitatif. Analisis ini bermaksud untuk mengetahui kecenderungan pesan, baik yang tampak dan yang tersembunyi. Studi ini mengindentifkasi dan menghitung kata-kata, istilah dan tema pesan untuk menafsirkan yang dikatakan, bagaimana mengatakannya, perubahan dalam imbauan dan motif yang mendasari pesan itu. (Dan Nimmo: 240)
Baca juga : Konsep Dasar Komunikasi Politik
Analisis isi dapat digunakan untuk meneliti pesan komunikasi apapun seperti pidato, dokumen tertulis, foto, surat kabar, acara televisi, gerakan tubuh di televisi. Sebagai contoh, kita ingin mengetahui kecenderungan politik suatu media massa, kemampuan melontarkan isu-isu politik, independen tidaknya suatu media, atau kemana media itu berpihak, semua itu dapat diketahui dengan melakukan analisis isi pemberitaannya dalam kurun waktu tertentu.
4. Studi Eksperimental
Studi eksperimental merupakan metode untuk mengetahui hubungan sebab akibat dengan membandingkan antara kelompok eksperimen yang menjadi subjek penelitian dan kelompok kontrol. Sebagai contoh, studi kampanye politik terhadap perilaku pemilih. Sampel dari kelompok subjek untuk ujian soal kampanye dan kelompok yang tidak tersentuh kampanye (kelompok kontrol), kemudian dibandingkan hasilnya.
5. Studi Ex Post Facto
Studi ex post facto berhubungan dengan eksperimental akan tetapi ada perbedaanya. Pada eksperimental yang bersifat kausalitas, peneliti berhadapan dengan masalah jika X maka Y dengan memperkirakan Y dari X yang terkontrol, kemudian mengamati apakah Y terjadi. Dalam ex Post Facto, Y menjadi objeck pengamatan dan peneliti menelusuri ke belakang untuk mencari X yang berlaku sebagai keterangan yang paling masuk akal atas terjadinya Y.
Pada studi ex post facto tidak ada kontrol manipulatif pada salah satu variabel, tidak pula melalui suatu laboratorium. Sebagai contoh, untuk mengetahu latar belakang terjadinya pergeseran perolehan suara pemilu di suatu daerah, maka dengan studi ini mengamati faktor-faktor perilaku politik dari pemilih tersebut atau mengamati tingkat pergeseran tersebut.
6. Studi Survei
Para peneliti memanfaatkan metode ini untuk mengejar informasi tentang opini publik atau polling dan studi mengenai pengaruh media terhadap masyarakat. Metode survei adalah cara mengumpulkan data tentang sejumlah besar orang dengan mewawancarai sebagian kecil dari mereka. Peneliti biasanya menetapkan populasi atau kelompok orang untuk diteliti.
Misalnya semua orang Jawa Timur yang memenuhi usia untuk memberikan suaranya, kemudian dengan menggunakan salah satu prosedur yang ada, ia menurunkan sampel yang representatif (cukup mewakili) dari populasi itu. Sampel yang representatif ini menjamin bahwa kesimpulan tentang orang-orang dalam sampel itu juga berlaku bagi keseluruhan populasi (generalisasi) dan tidak hanya bagi orang-orang yang kebetulan termasuk sampel itu. Kelebihan utama dalam studi survei ini adalah terletak dalam cakupan dan kecenderungannya untuk mengorbankan kedalaman analisis tentang kasus individual untuk memperoleh sampling yang representatif atau keakuratan statistik.
Pendekatan Komunikasi Politik
1. Pendekatan Proses
Pendekatan ini menganggap bahwa keseluruhan yang ada di dunia merupakan hasil suatu proses. Dan politik pada dasarnya juga merupakan hasil suatu proses sejarah yang panjang, yang selalu ada kaitannya dengan waktu, waktu masa lalu, sekarang dan yang akan datang. Spengler dan Toynbee mengemukakan bahwa realitas sosial merupakan suatu siklus yang mempunyai pola-pola ulangan (recurrent pattern) untuk jatuh bangunnya peradaban.
Baca Juga : Konsep Dasar Komunikasi Pemasaran
Adapun Hegel dan Marx memandang perkembangan tahapan sejarah merupakan hasil proses konflik yang meningkat melampaui waktu. Yaitu konflik kelas antara kelas pekerja dan kelas pemilik modal. Menurut mereka sejarah adalah karya dari determinan materi (kekuatan ekonomi menurut Marx) dan menuju pada suatu titik, yaitu revolusi proletariat.
Sedangkan George Herbert Mead (1934) mengungkapkan bahwa kehidupan sosial adalah suatu proses dan setiap kebijakan selalu mengandung waktu lampau, sekarang dan yang akan datang. Setiap kejadian mempunyai implikasi yang terus-menerus pada pembaharuan, kebersamaan dan kesepakatan. Ini berarti bahwa realitas sosial sebagai interaksi simbolik. Selain itu, pemikiran ini merupakan sumber yang potensial untuk membangun teori komunikasi politik.
Sebagaimana yang lazim terjadi, dalam suatu drama terjadi komunikasi antara aktor dengan aktor, dan antara aktor dengan audiensi. Dalam drama terdapat suatu babak (scene), melibatkan lakon dan menggunakan berbagai sarana komunikasi, begitu pula halnya dalam komunikasi politik. Dengan pengandaian demikian, suatu komunikasi politik menjadi suatu hal yang estetis sifatnya.
Menurut Machiavelli, dunia merupakan suatu proses alamiah di mana seseorang melalui komunikasi berusaha memainkan politik. Dunia tidak memiliki arti yang objektif, dan politik merupakan arena masyarakat untuk mendramatisasi arti dengan komunikasi politik. Jadi, komunikasi politik adalah suatu usaha pragmatis untuk memperoleh kemenangan melalui aksi simbolik. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa politik adalah arena sosial tempat manusia berjuang mengungkapkan arti dunia.
2. Pendekatan Agenda Setting
Agenda setting Maxwell C. Mccombs, seorang profesor peneliti surat kabar dan direktur pusat penelitian komunikasi Universitas Syracuse USA dan Donald L. Shaw, seorang profesor jurnalistik dari universitas North Carolina. Sejak penelitian Lazarsfeld dan kawan-kawan di Erie Country 1946, kepercayaan terhadap efek komunikasi massa melemah di kalangan ilmuwan komunikasi. Lebih-lebih setelah munculnya modal uses and gratifcation. Sejak 1968 McCombs dan Shaw mencoba mengembangkan suatu pendekatan baru pada pemilihan presiden waktu itu.
Pendekatan agenda setting berawal dari asumsi media massa menyaring berita, artikel atau tulisan yang akan menjadi tampilan. Seleksi oleh gatekeeper. Yaitu mereka para wartawan, pimpinan redaksi, dan penyunting gambar. Dari gatekeeper inilah yang menentukan berita apa yang akan tampil.
Setiap isu memiliki bobot tertentu, halaman muka sebagai headline atau hanya di halaman belakang di sebelah pojok. Sedangkan pada televisi berapa lama penyiaran, berapa kali penayangannya dan sebagainya. Penonjolan isu-isu di media massa inilah sebagai agenda media, yang akan berkorelasi atau berhubungan dengan agenda publik, yakni apa yang sedang orang ramai bicarakan dan pikirkan (communitiy silence).
Dalam era new media sekarang, tampaknya optimisme agenda setting perlu telaah lebih dalam, terutama dalam penelitian komunikasi politik. Dengan perkembangan media sosial (facebook, Instagram, youtube, dll) ada asumsi bahwa agenda setting menjadi lebih kompleks dimana media sosial ikut mempengaruhi proses tersebut. Agenda media konvensional seringkali terpengaruh agenda atau trending topic dari media sosial. Media sosial yang melibatkan public secara aktif serta aktualitas informasinya menjadi fenomena baru studi Komunikasi Politik.
Demikian pembahasan tentang metode studi dan pendekatan komunikasi politik. Semoga memberikan manfaat khususnya bagi pelaku dalam dunia politik. Dan menjadi tantangan bagi kalangan akademisi maupun mahasiswa dalam mengembangkannya terutama untuk jurusan Ilmu Komunikasi Politik maupun Komunikasi Penyiaran Islam. www.himso.id